Cyber Law di Malaysia
Lima cyberlaws telah
berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature
Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk
menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam
hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act
1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang
tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman
untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang akan
berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk
memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui
menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video. Berikut
pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998 yang mengatur
konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan
nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.
The Malaysia Komunikasi
dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk
membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan
dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan
komunikasi dan industri multimedia. Departemen Energi, Komunikasi dan
Multimedia sedang dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang
Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan
penggunaan data pribadi oleh organisasi apapun untuk memberikan perlindungan
untuk data pribadi seseorang dan dengan demikian melindungi hak-hak privasinya.
Ini to-be-undang yang berlaku didasarkan pada sembilan prinsip-prinsip
perlindungan data yaitu:
Cara pengumpulan data
pribadi
Tujuan pengumpulan data
pribadi
Penggunaan data pribadi
Pengungkapan data
pribadi
Akurasi dari data
pribadi
Jangka waktu
penyimpanan data pribadi
Akses ke dan koreksi
data pribadi
Keamanan data pribadi
Informasi yang tersedia
secara umum.
Council of Europe
Convention on Cyber crime (Eropa)
Saat ini berbagai upaya
telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat
kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun
1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related
Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap
peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi
perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana
diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan
tersebut.
Melengkapi laporan
OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai
kejahatan tersebut. Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para
pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya
dilarang berdasarkan hukum pidana Negara-negara Anggota, dengan tetap
memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan
untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut. Pada
perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of
the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah
mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya (
http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof. Susan Brenner
(brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law, merupakan
perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek
proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan
penggunaan komputer, jaringan atau data, serta berbagai penyalahgunaan sejenis.
Dari berbagai upaya
yang dilakukan tersebut, telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan global action
dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat
transnasional. Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam
penanggulangan cybercrime adalah:
Melakukan modernisasi
hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi
internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
Meningkatkan sistem
pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
Meningkatkan pemahaman
serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi
dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
Meningkatkan kesadaran
warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan
tersebut terjadi
Meningkatkan kerjasama
antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya
penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual
assistance treaties
Cyber Law Di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan Dengan Negara - Negara Yang Lain, Indonesia Termasuk Negara Yang Tertinggal Dalam Hal Pengaturan Undang - Undang Ite. Secara Garis Besar UU ITE Mengatur Hal - Hal Sebagai Berikut :
- Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
- Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
- UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
- Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
Selanjutnya Adalah Perbuatan Yang Dilarang Di Dunia Maya (Cybercrime) Dijelaskan Pada Bab VII (Pasal 27-37) :
1. Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
2. Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
3. Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
4. Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
5. Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
6. Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
7. Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)
8. Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)
1.2 Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
1.3 Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Didalam ETA Mencakup :
• Kontrak Elektronik. Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan. Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
1.4 Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
UETA 1999 Membahas Diantaranya Mengenai :
1. Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
2. Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
3. Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
4. Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
5. Pasal 10 :Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
6. Pasal 11 :Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
7.Pasal 12 :Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
8. Pasal 13 : Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik.
9. Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
10. Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
11. Pasal 16 :Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Kesimpulan Dari Perbandingan :
Dilihat Cyberlaw yang telah ada dari 3 negara Asia Tenggara dengan Amerika Serikat, penerapan Cyberlaw lebih banyak dan lebih memiliki hukum yang tegas adalah Amerika Serikat. Undang – Undang Cybelaw di Amerika Serikat lebih kompleks dan mengatur tiap – tiap kejahatan yang ada dengan Undang – Undangnya. Namun bukan berarti negara Asia Tenggara tertinggal , hal ini karena negara – negara diAsia Tenggara masih harus lebih mengembagkan Cyberlawnya.
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan Dengan Negara - Negara Yang Lain, Indonesia Termasuk Negara Yang Tertinggal Dalam Hal Pengaturan Undang - Undang Ite. Secara Garis Besar UU ITE Mengatur Hal - Hal Sebagai Berikut :
- Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
- Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
- UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
- Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
Selanjutnya Adalah Perbuatan Yang Dilarang Di Dunia Maya (Cybercrime) Dijelaskan Pada Bab VII (Pasal 27-37) :
1. Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
2. Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
3. Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
4. Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
5. Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
6. Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
7. Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)
8. Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)
1.2 Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
1.3 Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Didalam ETA Mencakup :
• Kontrak Elektronik. Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan. Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
1.4 Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
UETA 1999 Membahas Diantaranya Mengenai :
1. Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
2. Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
3. Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
4. Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
5. Pasal 10 :Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
6. Pasal 11 :Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
7.Pasal 12 :Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
8. Pasal 13 : Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik.
9. Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
10. Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
11. Pasal 16 :Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Kesimpulan Dari Perbandingan :
Dilihat Cyberlaw yang telah ada dari 3 negara Asia Tenggara dengan Amerika Serikat, penerapan Cyberlaw lebih banyak dan lebih memiliki hukum yang tegas adalah Amerika Serikat. Undang – Undang Cybelaw di Amerika Serikat lebih kompleks dan mengatur tiap – tiap kejahatan yang ada dengan Undang – Undangnya. Namun bukan berarti negara Asia Tenggara tertinggal , hal ini karena negara – negara diAsia Tenggara masih harus lebih mengembagkan Cyberlawnya.
CHINA CYBER LAW
Berbicara tentang
cyberlaw di China maka sebenarnya ada dua organisasi yang paling penting
bertanggung jawab atas keamanan internal dan eksternal adalah Biro Keamanan
Publik (PSB), bertanggung jawab atas keamanan internal, dan Keamanan
Kementerian Negara (MSS), yang menangani keamanan eksternal.
Tanggung jawab Biro
Keamanan Umum (PSB) secara resmi dikodifikasikan dalam: “Jaringan Komputer
Informasi dan Internet Security, Perlindungan dan Peraturan Manajemen”, hal itu
telah disetujui oleh Dewan Negara pada 11 Desember 1997 dan
diterapkan 30 Desember 1997. Tanggung jawab untuk menjaga Internet security
menjadi tanggung jawab ISP(Internet Service Provider) sendiri, dan apabila
terjadi pelanggaran oleh pengguna maka lisensi ISP akan dibatalkan oleh
Pemerintah China. Pembatalan tersebut antara lain berhubngan dengan bisnis dan
pendaftaran jaringan, denda dan kemungkinan penuntutan pidana baik staf
perusahaan dan pengguna sesuai dengan pasal 20-23. Hal ini telah diterapkan
oleh Departemen Perindustrian Informasi (Departemen Kebijakan, Hukum dan
Peraturan) sejak tahun 1996. Apabila provider tidak dapat mengendalikan dan
menjaga integritas keamanannya maka provider lah yang akan dikenakan sanksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar